MEDAN | Beredar pemberitaan di beberapa media online yang menyatakan bahwa pada Sabtu (5/8) sekitar pukul 14.00 WIB puluhan anggota TNI menggeruduk Mako Polrestabes Medan.
Menanggapi pemberitaan yang di anggap sepihak tersebut, Penasehat Hukum Kumdam I BB angkat bicara dan memberikan klarifikasi.
Kedatangan kami ke Polrestabes Medan pada Sabtu (5/8) bukan lah di luar prosedural, namun dalam rangka silaturahmi dan juga dalam rangka penegakan proses hukum yang sesuai dengan perundang undangan, ujar Penasehat Hukum Kumdam IBB Mayor Hasibuan.
"Kedatangan kami sudah prosedural, kami sudah mengirim surat permohonan penangguhan atas nama RH secara resmi kepada Kasat Reskrim Polrestabes Medan, namun jawaban yang kami terima hanya lewat pesan whatsapp saja, ini kan sudah tidak etis", ujar Mayor Hasibuan.
" Kami merasa prosedur hukum yang di jalankan oleh Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Fathir Mustafa tidak sesuai KUHAPidana yang ada di negara kita", ketusnya.
" Masa Terlapor utama atas nama Profesor PGR bisa di tangguhkan, lalu saudara RH yang di katakan terlapor hasil pengembangan tidak di terima penangguhannya, ada apa ?" tegasnya.
Di samping itu, Mayor Hasibuan juga menjelaskan kedatangan mereka bukan ingin mengintervensi kasus yang berjalan atau memberhentikan kasus yang berjalan, akan tetapi kedatangan mereka hanya ingin memohon RH di tangguhkan.
" Kami juga paham hukum, kedatangan kami bukan mau mengintervensi kasus yang berjalan ataupun memberhentikan, kami hanya mau mengajukan permohonan penangguhan saudara RH,hanya itu", lanjut nya.
" Tadi Kompol Fathir juga sudah meminta maaf ke kita kok terkait kesalahan prosedur hukum yang mereka lakukan, banyak juga yang menyaksikan", ujarnya.
Berawal dari jual beli tanah di Desa Sampali oleh saudara HB dan Prof PGR dan saudara RH hanya seorang mediator.
"Kejadian berawal pada Tahun 2019, ketika itu saudara HB meminta saya untuk mencarikan pemodal yang bisa membeli sebuah lahan di Desa Sampali", terang RH.
"Nah saya yang sifatnya hanya seorang mediator, saya carikan lah pembeli lahan tersebut, dan dapatlah Prof PGR," sambungnya.
RH menjelaskan bahwa setelah tim dari Prof PGR datang mensurvei lokasi tanah yang akan di beli kepada saudara HB, lalu Tim Prof PGR mengantarkan uang tersebut kepada HB.
"Jadi setelah di survei oleh tim Prof PGR yang bernama WRS (saat in telah Almarhum), lalu HB menerima uang sebesat Rp 80 juta yang di berikan WRS kepada HB," jelas RH
"HB juga memberikan surat alas hak tanah yang ia jual kepada Prof PGR melalui WRS, jadi saya tidak ikut dalam proses jual beli tersebut, saya hanya memediatori saja," pungkas RH.
"Nah ntah atas dasar apa saya malah di laporkan dengan tuduhan turut serta memalsukan tanda tangan saudara SA yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Desa Sampali," kesalnya
" Yang mengeluarkan surat saudara HB, lantas kenapa saya yang di tuduh turut memalsukan surat tanda tangan SA", sambungnya
" Saya berharap Kasat Reskrim Polrestabes Medan jeli dalam mempelajari kasus ini, kenapa saudara HB kabur saat ini, berartikan ada yang salah dengan dia", tutupnya
Dilain sisi, Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Fathir Mustafa belum menjawab konfirmasi awak media melalui pesan whatsapp miliknya.(Sigit)