MEDAN | Sidang Pra Peradilan (Prapid) dengan pemohon Joao Pedro Da Silva Bastos (47), warga Jalan Amal Komplek Evergreen Blok H 18 Kel Sunggal, Kec Medan Sunggal, tak dihadiri pihak Termohon dari Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, Jumat (27/8).
Menurut kuasa hukum pemohon, M. Sai Rangkuti, SH yang saat itu didampingi rekannya dari Kantor Advokat Sai Rangkuti, SH dan Rekan, bahwa ketidakhadiran termohon tak lain dari Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan dalam sidang Prapid yang dilaksanakan di Ruangan Cakra IV, Kantor Pengadilan Negeri Medan, membuat Sai Rangkuti angkat bicara dengan meminta Pengadilan Negeri Medan, agar menghadirkan Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan dalam sidang Prapid pada Minggu depan.
"Kita minta agar PN Medan dapat menghadirkan termohon Satreskrim Polrestabes Medan, agar pada Minggu depan yang telah kembali dijadwalkan, termohon dihadirkan," katanya kepada awak media.
Selanjutnya M Sai Rangkuti didampingi oleh Rahmad Makmur, SH.,MH, Rizky Fatimantara Pulungan, SH, Muhammad Ilham, SH, Imam Munawir Siregar, SH, Anggi Puspita Sari Nasution, SH, Adhe Munita Nasution, SH dan Putri Fahmina Nasution, SH, kembali mengatakan, bertalian dengan telah didaftarkannya Permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon Prapid Joao Pedro Da Silva Bastos melalui Kuasa Hukumnya di Pengadilan Negeri Medan Nomor : 42/Pid.Pra/2021/PN. Mdn, tanggal 12 Agustus 2021 dengan jadwal pertama persidangan Prapid telah di Jadwalkan pada Hari Jumat, 27 Agustus 2021, sehingga secara hukum ketika Termohon Prapid telah menerima Relaas panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Medan, maka seyogyanya semua tindakan atau proses penyidikan yang dilakukan oleh Termohon dihentikan terlebih dahulu, guna menghormati proses hukum yang telah bergulir di Pengadilan Negeri Medan.
"akan tetapi termohon Prapid dalam hal ini Penyidik PPA Polrestabes Medan tetap melakukan proses penyidikan dengan melakukan penyitaan tangga di rumah Klien kami, pada Kamis (26/8), seyogyanya Penyidik PPA Polrestabes Medan harus menghormati proses hukum dan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat luas dan tidak dengan cara-cara arogansi," ungkap M. Sai Rangkuti, SH,MH
Lanjutnya, Pemohon Prapid mengajukan permohonan Prapid berdasarkan dengan adanya penetapan status tersangka pemohon, berdasarkan adanya Laporan Polisi Nomor : LP/2515/X/2020/SPKT Restabes Medan, tanggal 09 Oktober 2020, An. Pelapor : Sri Wahyuni, jo Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP-Sidik/2320/X/Res. 1.6/ 2020/Reskrim, tanggal 30 Oktober 2020 jo Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor : SP. Sidik/553/IV/Res. 1.6/2021/Reskrim, tanggal 06 April 2021, bahwa bertalian dengan hal tersebut pemohon Prapid benar telah ditetapkan sebagai Tersangka atas dugaan tindak pidana Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LP/2515/X/2020/SPKT Restabes Medan, tanggal 09 Oktober 2020.
Berkaitan hal tersebut, pemohon Prapid dengan Iktikat Baik, telah melakukan Perdamaian, apalagi saat itu masih mempunyai status suami yang sah dan saat itu atas Laporan Polisi tersebut telah dibuat Surat Perdamaian antara Pemohon Prapid dengan Sri Wahyuni tersebut.
Selanjutnya Sri Wahyuni, selaku pelapor tepatnya pada tanggal 21 November 2020 juga telah mengajukan Permohonan Pencabutan Pengaduan yang ditujukan kepada Termohon Prapid, bahwa dengan adanya Surat Perdamaian dan Surat Permohonan Pencabutan Pengaduan dari Pelapor Sri Wahyuni, masing-masing tanggal 21 November 2020, maka Pemohon Prapid juga melalui Kuasa Hukumnya mengajukan Permohonan Penghentian Penyidikan yang disampaikan kepada Termohon Prapid, sebagaimana Surat Permohonan Penghentian Penyidikan, tanggal 28 April 2021, bahwa bertalian dengan Ketentuan dan Lahirnya Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan tetap merujuk kepada Ketentuan Pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2004 tersebut, maka Pemohon Praperadilan mempunyai alasan hukum, melalui Perantaraan Surat Permohonan, tanggal 28 April 2021 untuk meminta kepada Termohon Praperadilan agar kiranya dapat menghentikan Penyidikan tersebut, karena hal tersebut dibenarkan oleh Undang-Undang dan Pasal tersebut merupakan ”Delik Aduan” (klacht delicten), "tutur Sai Rangkuti.
Terus, Sai Rangkuti ungkapkan bahwa merujuk telah adanya Perdamaian atau Kesepakatan yang dibuat oleh Pemohon Prapid dengan Pelapor Sri Wahyuni, maka antara Pemohon Praperadilan dengan Pelapor Sri Wahyuni telah terikat dengan Pasal 1320 KUH Perdata, yang mana merujuk kepada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) B.W., yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sehingga tidak bisa para pihak membatalkannya secara sepihak tanpa ada persetujuan pihak lain.
"kecuali dengan adanya Gugatan Perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (incracht van gewijde) yang membatalkan Perdamaian tersebut, seyogyaNya Termohon Praperadilan Paham dan mengerti tentang hal ini, maka kita akan uji melalui Praperadilan," tegas M. Sai Rangkuti.
Mengakhiri, M. Sai Rangkuti menyampaikan dengan adanya Praperadilan ini bukanlah bentuk sebagai permusuhan atas sikap Termohon Praperadilan, akan tetapi disini, kita menguji Proses Hukum yang telah dilakukan oleh Termohon Prapid benar atau tidak atau setidak-tidaknya Termohon Prapid jangan memihak kepada Pelapor.
"apalagi melanjutkan Perkara setelah 5 bulan lamanya terhenti sejak adanya Perdamaian tanggal 21 Nopember 2020, akan tetapi setelah adanya Pencabutan Perdamaian secara sepihak oleh Pelapor Sri Wahyuni, tanggal 05 April 2021 terkesan Perkara tersebut hidup lagi, seyogyanya perkara tersebut patut dan pantas untuk dibuatnya dihentikannya Penyidikan, maka ketika Pelapor Sri Wahyuni membuat Pencabutan Perdamaian tersebut secara sepihak, maka patut dan pantas perbuatan Pelapor Sri Wahyuni telah melakukan Ingkar Janji (Wan Prestasi) terhadap Pemohon Praperadilan Joao Pedro Da Silva Bastos, dan atas perbuatan Pelapor Sri Wahyuni tersebut Joao Pedro Da Silva Bastos telah melakukan Gugatan Perdata," jelas M Sai Rangkuti.
Sebelumnya diberitakan Joao Pedro Da Silva Bastos kembali angkat bicara dan tak hanya menunjukan bukti kwitansi Rp 50 juta, namun surat perdamaian dan cabut perkara yang ditanda tangani Sri Wahyuni saat dihadapan Penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan.
Menurut Pedro yang saat ini berada di Negara Portugal, melalui Video Call, Senin (2/8), mengatakan bahwa dirinya langsung menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada oknum Penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, Aipda Siti Fauziah Nasution pada tanggal 21 November 2020.
"Sehari setelah saya ditangkap pada 20 November 2020, saat itu, istri saya, Sri Wahyuni yang saya suruh ambil uangnya dan kemudian Sri Wahyuni menyerahkan kepada saya yang saat itu dihadapan Aipda Siti Fauziah Nasution, selanjutnya uang Rp 50 juta yang berada didalam kantong plastik, saya serahkan ke Aipda Siti Fauziah Nasution, selaku penyidik saya, tapi herannya saya bahwa saya menerima kwitansi menyerahkan uang kepada oknum pengacara Prodeo berinisial GPP dan itu ditandatangani GPP pada Kwitansinya, saat penyerahan uang kepada oknum penyidik, Sri Wahyuni juga menyaksikan dan ada dihadapan oknum penyidik juga dan sempat saya katakan kepada penyidik, bahwa masalah saya sudah selesai dan saat itu penyidik mengatakan bahwa uda selesai dan saya dibebaskan dan uang ini mau saya serahkan ke komandan yang saat ini berada di Lapangan Merdeka Medan, setelah itu saya dibebaskan,"ungkapnya Pedro.
Kembali Pedro menuturkan bahwa pada saat dirinya yang masih diruangan penyidik,(21/11/20), oknum Penyidik Aiptu Siti Fauziah Nasution menyiapkan surat perdamaian dan surat cabut perkara yang ditandatangani Sri Wahyuni.
"Setelah kedua surat itu ditandatangani Sri Wahyuni, makanya saya bisa dibebaskan, tapi kenapa setelah lebih 6 bulan, saya dipanggil lagi sebagai tersangka dengan alasan Sri Wahyuni mencabut perdamaiannya, padahal saya juga menyerahkan uang kepada Sri Wahyuni uang sebesar Rp 55 juta buat tanggungan 2 orang anak yang bersamanya dan itu tertuang dalam surat perdamaian yang dibuat oknum penyidik dan ditandatangani Sri Wahyuni," tutur Pedro sambil menunjukan surat perdamaian dan cabut perkara tersebut.
Sebelumnya Penyidik unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, Aipda Siti Fauziah Nasution, ketika dikonfirmasi wartawan (1/8), mengatakan bahwa agar mengkonfirmasi ke Komandan.
"Bang, maaf konfirmasinya langsung ke komandan aja ya, aku lagi Isolasi Mandiri,"ungkapnya.
Kanit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, AKP Madianta Ginting ketika dikonfirmasi wartawan, (4/8), mengatakan dengan berdalih, bahwa Penyidik tidak mencampuri perdamaian para kedua pihak.
"Kalo pelapor masih keberatan dan meminta perkaranya dilanjutkan ke JPU, maka Penyidik tetap proses perkaranya,"dalihnya.(Sigit)